Senin, 16 Mei 2011

Cerpen: Afwan...Cintaku Bukan Untukmu...!!!

Hujan rintik-rintik mengingatkanku padamu, Irvan, tanpa terasa sudah satu tahun kita berpisah. Aku masih ingat ketika kita bertemu di halte bus, saat itu kita sedang berteduh sambil menunggu hujan berhenti.

“Assalamualaikum...nungguin hujan berhenti ya?” Sapamu halus.
“Huh...udah tau nanya!” gumamku dalam hati.
“Kamu masih kuliah Cindy? Semester berapa?”
Aku tertegun dan berpikir darimana kamu tau namaku. Tak lama kau pun tersenyum dan berkata.
“Pasti kamu heran dech, darimana aku tau namamu...iyakan...?” engkau tersenyum licik.
“Kok dia tau pikiranku ya?” gumamku kesal.
“Hehehe...itu mudah lagi! Tuh dibukumu itu tertera lengkap namamu CINDY PATRICIA PUTRI, ehm...nama yang indah ya...seindah orangnya”.
“Dasar buaya darat...pake liat namaku segala lagi!” kesalku dalam hati.
“Oh ya kenalin...aku irvan, IRVAN PUTRA SETIAWAN.

Kau mengulurkan tanganmu tanda perkenalan, tapi aku bersikap cuek dan berlagak angkuh.
“Hei...hello...wajib lho menyambung tali silahturahmi dalam Islam...”Sapamu menegurku.
Hati kecilku berkata “Tau apa nih Playboy tentang agama...dasar sok tau!”
Dan aku tetap tak bergeming sampai kau mengatakan sesuatu yang membuatku sangat kesal dan terpaksa buka suara.
“Hei kamu bisu dan tuli ya? Aduh kacian cantik-cantik kok bistu (bisu dan tuli) hehe...” tawamu mengejekku.
“Hei...!!! dengerin ya aku gak bisu dan tuli TAU! Lagian kalo aku bistu apa urusanmu!!” amarahku menggelegak.
“Hahahaha...ternyata...hahaha...akhirnya kau buka suara juga” tawamu pecah.
Suara tawamu itu terdengar panas ditelingaku. Aku tak tau harus tertawa atau nangis. Wajahku memerah entah karena malu atau karena marah.
“Hei hujan sudah berhenti” katamu tiba-tiba.
“Memangnya kenapa! Kamu mo’pulang? Pulang aja! Geramku.
“Aduh Ukhti yang cantik, kok judes banget sich? Ntar cepat tua lho. Ehm...sebenarnya aku mau pulang, tapi...aku mencemaskanmu???”
“Apa??? Emangnya kamu pikir aku anak kecil? Yang nggak bisa pulang sendiri???
“Bukan begitu non...aku cemasin kamu, karena kamu tuch cewek...”
“Eh..mangnya napa kalo’ aku cewek? memangnya Cuma cowo’ yang boleh pulang sendirian? Lagian siapa kamu pake ngurusin aku segala???
“Cindy...Cindy...ini kan udah malem, nggak baik donk cewek pulang sendirian...lagian tuch bus, oplet, taxi bahkan becak pun nggak lewat lagi kalo’ udah semalem gini”kamu mencoba menjelaskan.
“Lebih nggak baik lagi kalo seorang wanita pulang bersama pria yang nggak dikenalnya malem-malem gini”, aku memotong pembicaraan.
“Apa??? Kamu bilang nggak kenal aku? Kan aku sudah memperkenalkan diri. Oke sekarang aku memperkenalkan diriku padamu sekali lagi, namaku IRVAN PUTRA SETIAWAN.
Kau mengulurkan tanganmu sekali lagi. Saat itu aku ingin membalas uluran tanganmu itu, namun aku teringat kata-kata Mba’ Ayu kalo kita nggak boleh salaman ama yang bukan muhrim apalagi kalo ada sedikit getar-getar...tapi, aku pikir niatku kan cuman kenalan dan menghargai tuh orang. Akhirnya akupun membalas uluran tanganmu dengan sikap yang dingin.
“Waduh hampir saja aku kira kamu nggak bakal menyambut salam perkenalan dariku ini,yah apalah aku ini, Cuma anak kampus yang masih belum terlalu mengenal agama...nggak kaya’ akhwat yang satu ini,”
“Apa-apaan sich kok ngomongnya kaya gitu?”
Kau terkekeh dan menyambung,”Nah sekarang kamu sudah mengenalku kan?” kau tersenyum genit. Kemudian tiba-tiba saja kau berlutut dan menunduk sambil menyilangkan tangan kirimu di dada, sedang tangan kananmu seperti ingin menjangkau tanganku namun tidak menyentuh tanganku, dan berkata “Oh tuan puteri yang cantik jelita...bolehkan hamba mengantar tuan putri pulang ke rumah?”
Aku tak dapat lagi menahan tawaku, kemudian berkata,”Hahaha...kamu tuch lucu dech, memangnya kamu mau mengantarku pake apa? Jalan kaki?”
“Aduh-aduh kamu tuh kalo ketawa tambah cantik dech” kau menggodaku. Kemudian kau menunjuk sebuah sepeda motor Ninja berwarna hitam dengan paduan warna biru yang terkesan sangat menarik, yang terparkir diseberang jalan.
“Itu...sepeda yang diberi mesin dan diisi bensin itu sudah siap mengantarmu”, kau berkata seperti tukang ojek menawarkan jasanya.
“Oke...!!! jawabku semangat.
“Sebenarnya aku udah kenal kamu tuch lama lho Cin...!!!”
“Oya? Emang sejak kapan?” tanyaku penasaran.
“Kira-kira sebulan yang lalu dech, waktu itu kamu lagi ngambil fotocopian di rental di depan asrama dimana aku tinggal” jelasmu.
“Oh...jawabku singkat.
Entah mengapa saat itu aku merasa sangat senang sekali. Namun lamunanku itu dikacaukan oleh pertanyaanmu.
“Kamu kuliah di FMIPA ya? Aku sering lho liat kamu di sana”
“Iya, dulunya aku kuliyah di sana.
“Jurusan apa?”
“Kedokteran...”jawabku pelan.
“Apa? Kedokteran? Itu sich bukan FMIPA!”
“Siapa bilang? Kedokteran itu kan bagian dari FMIPA UNTAN, statusnya masih Prodi dulunya, sebelum akhirnya merdeka” Jelasku.
“Ohhh...gitu toch...”

Setelah malam itu, kau jadi sering bertandang ke rumahku. Kita semakin dekat dan menjadi sahabat. Kau sering menjemputku dari kampus, begitu juga aku.aku juga menjadi lebih sering menemanimu mengikuti “RACING”, jalan-jalan dan lain sebagainya. Rasanya hari-hariku menjadi lebih indah dan menyenangkan ketika bersamamu. Bersamamu aku tidak pernah mengenal apa itu kesedihan, aku tidak pernah merasakan beratnya memikul suatu beban masalah, karena kau selalu siap membantuku menyelesaikan segala problemku. Hanya satu yang selalu aku rasakan yaitu suatu getaran-getaran halus di dalam hatiku yang selalu aku rasakan jika jauh darimu. Aku tak tau apa yang terjadi pada diriku. Hampir setiap malam aku tidak dapat tidur,aku selalu menantikan hari-hari bersamamu. Aku akui dirimu mempunyai daya tarik yang tidak dapat aku pungkiri, ditambah lagi sikapmu yang perhatian dan pengertian, membuat aku senang bersahabat denganmu. Namun melihat sikapku yang berubah itu Mba’ Ayu menjadi takut dan mengingatkanku. “Cin..Mba’ mo’tanya, beneran antara kamu dan Irvan tidak ada apa-apa???” “Ah..Mba’ ini ada-ada aja, ya nggak ada lah mba’...kami Cuma sobatan kok”. “Alhamdulillah, syukurlah kalo’ gitu. Mba’ Cuma nggak ingin kamu kelewat deket ama dia sampai lupa ama norma-norma Islami yang udah diajarkan Rasulullah SAW dalam hadist-hadistnya, kamu kan juga tau kalo” ALLAH AWT udah memperingatkan kita untuk tidak mendekati zina, kamu masih ingat kan Cin...??? lagian kan masih ada...???” “Iya Mba’..Cindy masih ingat kok.makasih ya Mba’ udah ngingetin Cindy.” “Sama-sama sayang...” kata Mba’ Ayu sambil menutup pintu kamarku. Yah walaupun saat itu ada sedikit ketidakjujuran dalam hatiku, yang membuatku merasa sangat bersalah ama Mba’Ayu. 


Suatu pagi, ketika aku hendak pergi ke kampus, tiba-tiba bel berbunyi.
“Assalamualaikum...selamat pagi nona...” seseorang membawa sebuah karangan bunga yang besar hingga menutupi wajahnya.
“Maaf Anda...???”
“Ta...ra...Surprise...”
Aku terperanjat melihat pria yang ada didepanku. Orang itu adalah Ilham Sami Zahrani, tunanganku. Aku tidak tau, aku harus menangis atau tertawa. Aku tidak menyangka ia akan kembali dari Mesir secepat ini.
“Ilham...kau...”kataku terbata-bata.
“Yup...kau pasti terkejut dengan kedatanganku kan. Aku sengaja tidak memberitahumu, karena aku ingin memberi kejutan.” Ilham berbicara panjang lebar. Tapi entah mengapa hatiku merasa gelisah dengan kedatangannya.
“Hei...kamu kenapa Cin...???” Mukamu pucat sekali,kamu sakit???”
“Ah...tidak” setengan terkejut aku menjawab.
Hampir setiap hari Ilham bertandang ke rumahku, hingga tanpa terasa hari-hariku berlalu tanpamu Irvan. Hingga suatu hari.
“Mba’...Mba’..Cindy...” teriak Ibnu adikku.
“Ya...” sahutku dari kamar yang jaraknya kira-kira 6 meter dari meja telepon. “ Ada apa?”tanyaku.
“Ada telepon dari Mas Irvan” jawab Ibnu.
Degh jantungku tiba-tiba berdetak dengan kencang, “Irvan...???” tanyaku dalam hati.
“Ha..halo...Irvan...”
“Halo...Cindy,pa kabar? Satu minggu ini kamu sibuk banget ya, sampe lupa ama pacar lama...hehehehe....Sibuk apa sich Bu Dokter???” Suaramu yang tidak asing lagi itu menggodaku. “Cin...besok malam kamu ada waktu nggak?”
“Besok? Em..er..ada...”jawabku ragu.
“Sip...besok malem aku jemput jam 7.30 ya, Ok?”
“Ya...tapi???”belum selesai aku bicara kau sudah menutup teleponnya.

Malam itu aku sudah bersiap dari pukul 6 malam. Entah mengapa hari itu aku merasa semangat sekali, aku berusaha tampil beda, lebih feminim, lebih anggun dan lebih cantik tentunya.
Tiba-tiba Mba’ Ayu masuk ke kamar dan berkata.”Subhanallah...cantik banget adikku ini, mau kemana sich?”
“Ada janji Mba’ sama Irvan?”
“Oh...gitu,Ilham udah kamu kasih tau Cin...?” tanya Mba’Ayu mengingatkanku.
“Oh ya belum Mba’, Mba’ aja yang telepon dia ntar...Cindy buru-buru nih Mba’...”pintaku pada kakak kesayanganku ini, sekaligus idolaku itu.
“Iya dech ntar Mba’ sampein, Cin...kerudungnya di ulur ke dada dong, jangan nunjukkin apa yang seharusnya nggak boleh ditunjukkin dong...”nasehat Mba’ Ayu.
“Oh iya...mbak’...afwan, Cindy khilaf Mba’ hehe...” candaku.
Tiba-tiba terdengar suara bel berbunyi. Aku tau kalo’yang datang itu pasti kamu. Dengan segera aku membuka pintu.

“Assalamualaikum...selamat malam tuan puteri” kau berlagak seperti seorang pangeran yang sedang merayu seorang puteri. “Wow..kamu cantik banget malem ini”.
“memangnya hari-hari lain aku nggak keliatan cantik?”
“Bukan begitu...tapi malam ini kamu keliatan sangat berbeda. Ayo kita pergi sekarang”ajakmu.
Tiba-tiba Mba’ Ayu muncul dari belakangku.”hati-hati ya awas lho jangan pulang malem-malem dan jangan biarkan syaithan memiliki kesempatan untuk menggoda ya...” nasehat Mba’ Ayu..
“Iya Mba’ Insya Allah...” katamu so’alim.
“Mba’ kami pergi dulu ya...Assalamualaikum” kataku kepada Mba’ Ayu.
“Wa’alaikumsalam...” sahut Mba’ Ayu.
Akhirnya kita sampai di sebuah restaurant. Ternyata kau sudah menyiapkan sebuah ruangan yang bersuasana amat tenang dan indah.
“Wow...tempat ini benar-benar indah”pujiku.
“Ya...tempat ini sengaja kupesan hanya untuk menjamumu.”
“Oh ya? Tapi...Untuk apa?” akhirnya aku mengungkapkan rasa penasaranku.
“Untuk mengungkapkan rasa cintaku”. Kau berkata sambil mendekatiku. Saat itu jantungku berdegup sangat kencang, dan ada suatu rasa yang tak bisa kumengerti. Tiba-tiba kau berlutut di hadapanku, menunduk sambil memegangi tanganku dan berkata, “Cindy...sesungguhnya aku ingin mengatakan kalo’ aku sayang dan cinta banget ama kamu, dan aku sungguh-sungguh Cin, aku gak bisa hidup tanpamu???”
Entah mengapa tiba-tiba saja aku menggerakkan tanganku menampar wajahmu dan berkata, “Kurang ajar!!! Gak tau malu!!!” dengan mata nanar aku melanjutkan kata-kataku, “Berani sekali kau berkata seperti itu dan tidak sopan memegangi tanganku. Tahukah kau, sekarang aku sudah punya tunangan jadi tak mungkin aku menerima cintamu...ngerti???!!!”

Kemudian aku bergegas berlari meninggalkan tempat itu. Dan kau hanya bisa terpaku seperti patung yang tak bisa berbuat apa-apa. Sementara itu aku terus berlari dan berlari, kata-katamu selalu terngiang di telingaku. Aku menyesal telah meninggalkanmu, aku menyesal telah berkata kasar padamu dan aku menyesal telah menolak cintamu.
Saat itu di dalam benakku juga tersirat rasa kecewa yang dalam, mengapa engkau yang selama ini kukenal sangat sopan dan tidak pernah berani menyentuhku, kini menjadi sangat berani. Aku merasa kesal sekali, aku sama sekali tidak suka akan sikapmu itu, namun aku tidak tau kenapa. Saat itu aku berpikir, bahwa dekat denganmu adalah suatu kesalahan terbesar, aku telah berkhianat pada Ilham, aku tidak jujur pada Mba’ Ayu dan aku telah mengesampingkan norma-norma Islami yang seharusnya lebih ku utamakan. Saat itu aku membanding-bandingkan kau dengan ilham. Selama ini Ilhan sangat sopan dan tidak pernah menyentuhku, bahkan jika ia bertandang ke rumahku dia hanya ngobrol dengan orangtuaku dan adik kecilku Ibnu saja. Bahkan Mba’ Ayu pernah sampai bilang, “Jika seseorang benar-benar sayang sama kita, maka dia pasti nggak ingin dong orang yang disayanginya itu berdosa dan dimurkai Allah” ketika aku mengeluh akan sikap Ilham. Mungkin karena itulah aku tidak suka akan perlakukanmu malam ini.
Malam ini aku tidak bisa memejamkan mata. Aku terus memikirkanmu dan aku juga dapat merasakan kepedihanmu. Aku terus terjaga hingga pagi datang. Aku sadar bahwa aku telah menipu diriku sendiri, berkata bahwa aku tidak mencintaimu, walaupun sebenarnya aku juga telah jatuh hati padamu, tapi aku tetap berbohong pada diriku sendiri. Aku tak ingin orang lain tau termasuk kau dan Ilham.

Tiba-tiba saja telepon berdering. Aku mengira mungkin itu kau. Tapi ternyata yang menelepon adalah Aurel teman baikku.
“Cin...Irvan...Irvan...Cin...di...dia....” Aurel berkata dengan terbata-bata.
“Ada apa Rel??? Ada apa dengan Irvan??? Tiba-tiba hatiku menjadi sangat cemas.
“Lebih baik kau kemari Cin,,,Aku ada di IGD RS Soedarso, OK...???”
“Baik” aku segera mengambil langkah seribu untuk pergi kesana.

Setiba aku disana Aurel menyambutku dengan wajah yang menyayat hati.
“Rel...ada apa??? Irvan nggak apa-apakan?” aku berusaha meyakinkan diriku sendiri bahwa tidak terjadi apa-apa.
“Cin...tadi malam...Irvan mengalami kecelakaan,ketika mengikuti Racing dan dia...” Aurel berhenti bicara, dan menangis tersedu-sedu.
“Rel...Irvan gak apa-apa kan???” aku mengguncang-guncang tubuh Aurel.
“Cin...tenangkan dirimu ya. Irvan sudah tidak ada lagi di dunia ini. Irvan sudah meninggal tadi pagi”.
Bagaikan petir menyambar tubuhku, ketika aku mendengat kata-kata Aurel. Kaki dan tubuhku menjadi lemas, aku terduduk dan tanpa terasa air mataku mengalir dari sela-sela mataku.
“Nggak...nggak mungkin...itu nggak mungkin terjadi” aku berusaha menyangkal kenyataan. Kemudian aku berteriak, “Irvan...nggak mungkin dia meninggal secepat itu...nggak mungkin...”. aku menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku.

Kemudian aku berusaha berdiri untuk melihat Irvan untuk yang terakhir kali. Namun ternyata aku tak mampu, ketika aku melihat tubuhmu yang terbujur kaku. Tiba-tiba saja pandanganku gelap gulita, dan ternyata aku tak sadarkan diri.
Ketika aku sadar, aku sudah berada disisi Mba’ Ayu, kemudian aku memeluknya dan menangis di hadapannya. Mba’ Ayu berusaha menenanganku, namun dalam pikiranku hanya ada suatu penyesalan karena aku telah menyakitimu hingga jadi seperti ini, walaupun aku tau ini adalah takdir yang sudah ditentukan namun tetap saja aku merasa bersalah.


Sejak saat itu aku merasa menyesal karena tidak jujur padamu dan pada diriku sendiri, dan karena aku telah menyakitimu. Akan tetapi semuanya telah terlambat, itu tak akan pernah kembali lagi. Yang sangat kusesalkan lagi adalah mengapa semuanya harus terjadi, andaikan aku tak mengenalmu dan tak berteman dekat denganmu mungkin semua ini takkan pernah terjadi. Namun dibalik semua itu, aku mengambil hikmah bahwa saat itu aku telah salah langkah, mengikuti jalan syaithan dan meninggalkan jalan Allah SWT, yang jelas-jelas telah memperingatkan semua umat-Nya. Tak ada gunanya pacaran, hanya menyenangkan di awal namun tetap saja berakhir kepedihan.
Sejak saat itu pula aku mendekatkan diriku kepada Allah, Mba’ Ayu pun sangat senang sekali dia juga ikut membimbingku menuju jalan-Nya. Dan Ilham, aku memutuskan untuk menerima lamarannya yang kedua kalinya bulan lalu, besok Insya Allah kami akan menikah Irvan, dan untukmu aku hanya bisa berdoa agar kau diterima disisi-Nya dan diberikan tempat disisi-Nya.


Beberapa saat sebelumnya....Kondisi Irvan.
Aku terdiam. Membisu dan terpaku. Masih kupandangi tempat di mana sebelumnya kau duduk, Cindy. Sebelum akhirnya kau pergi meninggalkanku. Kuambil sepasang cincin dari saku celanaku. Kubuka dan kupandangi.
“Ahh...seandainya kau mau memakainya....”
“Kenapa kau tidak mengatakan sebenarnya kepadaku, Cindy...???” apa kau pikir aku akan marah setelah mengetahuinya....tidak, aku tidak akan pernah bisa marah padamu...karena aku sangat menyayangimu...seandainya kau mengatakannya lebih awal...mungkin tidak akan terjadi seperti ini. Tanpa terasa bening-bening kristal mengalir dari kedua mataku.
Tiba-tiba saja hujan turun dengan perlahan menerpa tubuhku. “Apa kau juga mengerti akan kesedihanku hujan. Apa kau juga ingin memadamkan api kegundahan di dalam hatiku??? Terima kasih atas semua usahamu.
“Langit juga menangis, mungkin menangisi kebodohanku.
Tiba-tiba Hape ku berbunyi...Satya, temanku menelepon.
“Van, lo dimana???” Jadi kan malam ini!!!” di tempat biasa ya.
“iya...jadi,tunggu aku di sana ya. Bilang sama yang lain,untuk siap-siap!!!”
“OK..!!!” sampai ketemu di lintasan.
Kupacu sepeda motorku dengan kecepatan tinggi. Jalanan licin setelah diguyur hujan tidak menciutkan nyaliku. Entah mengapa hanya bayangmu yang selalu tergambar di benakku. Mengganggu pandanganku. Semakin kupacu kendaraanku dengan kecepatan tinggi untuk menghapus wajahmu dari pandanganku, tapi aku tak bisa. Senyummu, gerak-gerikmu semua mengingatkanku padamu. Jalanan seakan menjadi milikku dan bayangmu. Diantara deru suara mesin yang menggebu-gebu, aku berteriak dengan sekencang-kencangnya menyebut namamu.
“Ciiiiiiinnnnnnnnnnnnddddddddddyyyyyyyyyyyy........Aaaaakkkkkkkkkkkhhhhhh..!!!”
Tiba-tiba ada sebuah mobil kontainer yang berlawanan arah menghampiriku. Jaraknya yang sudah sedemikian dekat membuatku terkejut. Mungkin aku tidak mendengar peringatan yang dia berikan karena semua panca inderaku bahkan denyutan jantungku dan nafasku hanya terfokus pada satu nama.
“Bruuuuakkkk...Druuuuakkkk....Cccrrriiiiitttt...!!!! Suara benturan yang sangat keras menyadarkanku. Tapi semua terlambat. Aku terbanting menghantam jalanan, berguling-guling di atas aspal sebelum akhirnya berhenti menghantam pembatas jalan. Helm yang kukenakan hancur berantakan, kepalaku membentur dengan sangat keras. Darah mengucur dengan deras dari beberapa bagian tubuhku termasuk dari keningku.
Kurasakan sekujur tubuhku terasa sangat sakit sekali. Aku mendengar langkah-langkah kaki mendekatiku, begitu banyak langkah kaki itu. Aku ingin menggerakkan kakiku,tapi aku tak bisa, aku ingin menggerakkan tanganku, tapi juga tak bisa. Aku ingin bersuara, tapi kerongkonganku terasa tercekat, suaraku menghilang di telan oleh rasa sakitku.

Sesak...aku merasa sesak....napasku tersengal-sengal.
Tiba-tiba pandanganku menjadi kabur....pelan-pelan bayangan hitam menutupi seluruh lapang pandangku. Sebelum aku merasa bahwa pandanganku menghilang, tiba-tiba muncul wajahmu. Engkau tersenyum padaku, memanggil namaku.
Dengan sisa kekuatanku...dengan lirih kusebut namamu...!!! Cindy...Maafkan aku...!!!
Aku tidak tau lagi apa yang terjadi padaku setelah itu. Aku hanya merasakan tubuhku menjadi sangat ringan sekali. Sungguh...!!!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar